photo 424478_647953345231307_1811157048_n_zps7643468e.jpg" /> nisa  photo 562590_647856165241025_1935494717_n_zpsd5fb5075.jpg" /> mba itiw  photo 942422_649521855074456_1767656661_n_zps5b74d315.jpg" /> iti
 photo 943065_649521841741124_707813427_n_zpsce97c803.jpg" /> mafhsa  photo 942422_649521855074456_1767656661_n_zps5b74d315.jpg" /> sa


Pages

19 Januari 2014

Jangan salahkan Alam



Jangan salahkan Alam
Oleh : Asma Nadia
Seorang murid sekolah dasar datang terlambat ke sekolah. Ini bukan pertama kali sehingga gurunya pun tak sabar menegur.
“kenapa kamu terlambat ?” “macet, pak!”
“memang baru sekarang macet?” “tidak, pak.”
“kemarin macet, tidak ?” “macet. Pak.” “kemarin lagi, macet tidak?” “macet pak.”
“besok , kira-kira macet tidak ?” “macet , pak.”
“jadi , menurut kamu, pantas tidak terlambat karena alasan macet?” “tidak pantas, pak.”
“lalu, Apa yang kamu lakukan?” “saya harus berangkat lebih cepat,pak.”
“bagus! Jangan pernah bilang lagi terlambat Karena macet. Karena, itu sesuatu yang selalu terjadi.”
Kalau anak sekolah dasar yang melakukan kesalahan seperti itu dalam membuat alasan, banyak pihak mungkin masih bisa menerima. Anak-anak , pikirkan mereka masih pendek. Namun, bagaimana jika orang dewasa yang mengungkapkan alasan demikian, pantaskah?
Tentu tidak. Kita tidak bisa memberi alasan atas sesuatu yang terjadi dan terjadi dan terjadi lagi. Sebab, jika kiita melakukan kesalahn atas sesuatu yang telah diketahui terus terjadi berkali-kali, artinya kita tidak belajar banyak.
Dibawah ini berlangusng dialog yang mirip dengan adegan diatas, tetapi bukan terjadi antara guru dan muridnya, melainkan antara penguasa dan yang lebih berkuasa.
“kenapa tahun ini banjir?” “hujan deras, pak.” “ Memang baru sekarang hujan deras menimbulkan banjir?” “tidak pak, tahun lalu juga.”
“Dua tahun lalu bagaimana, hujan deras menimbulkan banjir?” “banjir juga pak.”
“bagaimana dengan tahun sebelumnya dan sebelumnya ujan deras juga membuat banjir?” “banjir juga , pak.”
“tahun depan kalau kita tidak berbuat apa-apa, kira-kira banjir tidak kalau hujan deras?” “banjir juga, pak.”
“jadi, menurut kamu, pantas tidak kita tidak melakukan apa-apa?” “tidak pantas , pak.”
“ Lalu, apa yang harus kamu lakuakn?” “ Saya harus melakukan hal lebih dari tahun-tahun sebelumnya karena kalau saya melakukan hal ynag sama, maka akan tetap terjadi banjir. “
“Bagus!”
Ya, Jakarta banjir lagi dan lagi. Bukan hujan penyebabnya karena dari dulu hujan sudah turun. Bukan pula karena Jakarta ada di datraan rendah, maka kita kebanjiran. Karena, dari dulu juga Jakarta beras di dataran rendah.  Amstredam yang berada dibawah permukaan laut tidka banjir setiap tahun karena bangsa disana tidak menjadikan rendahnya wilayah sebagai alasan yang bisa diterima untuk terjadinya banjir.
Bukan karena banjir kiriman masyarakat ibu kota kebanjiran.  Karena, sejak dulu jakarta mendapat kiriman air dari daerah yang lebih tinggi. Sejak lama kita menyebur Bogor kota hujan dan dari dulu posisi bogor ada diatas jakarta. Jadi, salah siapa? Kesalahan utama kita adalah menyalahkan alam sebagai penyebabnya. Lalu, jika bkan alam, siapakah yang bertanggung jawab.?
Apakah salah pemerintah atau pemerintah daerah? Bisa dibilang iya, tapi tidak sepenuhnya benar. Karena , pemerintah daerah sekarang hanya kelanjutan atas ketidak beresan yang ada sejak lama. Ada perbaikan, tapi maish butuh waktu.  Semoga saja terkejar pembenahannya sehingga tidak terjadi bencana banjir pada tahun mendatang.
Apakah kesalahan swasta yang membangun begitu banyak gedung sehingga mengurangi resapan air? Bisa dibilang iya, tapi juga tdiak sepenuhnya benar. Karena sampah hanya membuat banjir setempat , bukan banjir besar-besraan.
Jadi , salah siapa? Yang terpenting berhenti menyalahkan alam,. Sudah dari sananya sifat alam seperti ini. Menyalhakan alam akan membuat kita terus memelihara pembenaran atas banjir yang datang lagi dan lagi.
Lalu, salah siapa? Mungkin setiap kita memiliki andil kesalahan. Kita yang sudah dewasa, tapi masih memberi alasan mengapa banjir, seperti anak SD tadi menjawab trelambat karena macet. Sesuatu yang sudah pernha terjadi, masih terjadi dan akan terjadi dan tetap saja kita membiarkan nya terjadi.
Benar kata pepatah , “Semua orang pasti akan tua, tapi tidak semua menjadi dewasa” . Masih merupakan tanda tanya besar, soal kapan kita kahirnya akan dewasa menghadapi alam ini.

0 komentar:

Blogger news


About